Saturday, December 23, 2017

ZAKAT UNTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT


ZAKAT UNTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
BAB I  
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Syari’at Islam sebagai ajaran wahyu dapat dipetakan menjadi dua kelompok. Pertama ajaran Islam yang bersifat absolut, universal  dan permanen tidak berubah dan tidak dapat dirubah. Termasuk kelompok ini adalah ajaran Islam yang tercantum dalam al-Qur’an dan hadis mutawatir, yang penunjukkannya telah jelas ( qat’i ad-dalālah ). Kedua ajaran Islam yang bersifat relatif, lokal dan temporal yang senantiasa mengadaptasi perkembangan dan perubahan zaman. Termasuk dalam kelompok kedua ini adalah ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad.[1]
 Ajaran Islam yang dihasilkan melalui proses ijtihad ini, banyak melibatkan otoritas rasio dan kreatifitas manusia. Selanjutnya mendapat perhatian terbesar para ulama. Begitu besarnya perhatian ulama terhadap permasalahan ijtihadiyyah tersebut dapat dilihat misalnya dari lahirnya imam-imam mazhab fiqih sunni, Abu Hanafah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad. Namun demikian produk ijtihad para ulama mujtahid yang pada umumnya ditulis dan dikodifikasikan pada abad kedua itu, sebagiannya ada yang kurang relevan lagi dengan kondisi sekarang. Karena bagaimanapun priode ijtihad tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi aktual pada masa itu. Adalah tugas para ulama kontemporer sebagaimana dikemukakan oleh Yūsuf al-Qaradawī, memperbaharui dan mereformulasi produk ijtihad tersebut. Termasuk ijtihad di bidang zakat, dengan mengadaptasi perubahan dan perkembangan mutakhir di kalangan masyarakat.[2] 
Dalam kerangka pemikiran yang demikian, zakat di samping sebagai salah satu bentuk ibadah yang menempati posisi ketiga dalam rukun Islam,di sisi lain dapat dikategorikan sebagai kewajiban sosial,  yang karenanya pengembangan dan pelaksanaannya dapat difikirkan dengan jalan ijtihad.[3]
Adapun salah satu persoalan yang timbul saat ini adalah berkaitan dengan al-amwāl az-zakāwiyyah (harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya). Hal ini karena di dalam Hadis Nabi SAW telah dijelaskan dengan gamblang tentang jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, seperti: emas, perak, gandum, sya’ir kurma, unta, lembu dan kambing.[4] Sementara perubahan dan perkembangan kondisi menimbulkan wujud-wujud baru dari harta benda dan cara-cara baru dari pengembangan dan perolehan harta benda, seperti timbulnya berbagai macam jenis-jenis usaha, yang pada umumnya jenis-jenis usaha yang ada sekarang ini belum dikenal pada masa Rasulullah, sahabat maupun pada masa diletakkannya hukum fiqh, sehingga usaha-usaha yang sifatnya baru belum masuk pada fiqih zakat yang ada. Dalam menghadapi hal ini ulama fiqih berbeda pendapat, sebagian ulama perpegang teguh pada aspek tekstual hadis, sehingga mereka hanya mewajibkan zakat pada harta kekayaan sebagaimana tersebut di atas, sementara yang lain mencoba menelusuri illat yang melatarbelakangi kewajiban zakat pada  kekayaan-kekayaan tersebut. Yakni disifati an–namā’ (berkembang), karenanya mereka mewajibkan zakat pada seluruh jenis harta yang memiliki illat tersebut.

B.      Pokok Masalah  

Dari latar belakang yang penyusun deskripsikan di atas, dapat dirumuskan  permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah praktek pelaksanaan zakat Desa Harjowinangun Barat  dalam tinjauan hukum Islam.

C.    Tujuan Dan Kegunaan

1.      Tujuan
Memberikan gambaran tentang pelaksanaan zakat di Desa Harjowinangun Barat, dalam tinjauan hukum Islam.


2.      Kegunaan
a.      Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khazanah pengetahuan tentang hukum Islam, terutama yang berkaitan erat dengan kewajiban pengeluaran zakat hasil usaha
b.      Diharapkan dapat berguna bagi para teorisi, praktisi dan peneliti dalam bidang hukum Islam, juga dapat menjadi bahan bahasan lebih lanjut, sehingga dapat berguna bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.




BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG ZAKAT

A.  Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

1.  Pengertian Zakat

Zakat secara etimologi merupakan bentuk isim masdar dari akar kata  yang bermakna an-namā’(tumbuh), al-barakāh (barakah), at-tahārah (bersih), as-salāh (kebaikan), safwatu asy-Syā’i (jernihnya sesuatu)[5], dan al-madu (pujian)[6].
Pengertian zakat secara etimilogi ini terangkum dalam ayat:

 خذمن أموالهم صدقة تطهّرهم وتزكّيهم بهاوصلّ عليهم[7]

Ayat tersebut bermaksud bahwa zakat itu akan membersihkan, mensucikan dan menumbuhkan pahala orang yang melaksanakannya.[8]
Adapun pengertian zakat secara terminologis, para ulama memberikan rumusan yang berbeda-beda, diantaranya adalah:
a.       As-Sayyid Sabiq

اسم لما يخرجه الانسان من حقّ الله تعالى الى الفقراء وسميت زكاة لما يكون فيما من رجاء البركة وتزكية النّفس[9]


b.      Abdurrahman Al –Jazāirī

الزكاة هو تمليك مال مخصوص لمستحقه بشرائط مخصوصة[10]

c.       Muhammad Asy - Syaukani

الزكاة هو اعطاءجزء من النصاب الىفقير والىنحوه غير متصف بمانع شرعى يمنع من التصرف اليه[11]   
d.      Hasbi Ash Shiddieqy
Sebagian dari harta orang kaya yang telah ditentukan kadarnya oleh agama pada sebagian jenis harta dan telah ditentukan nisabnya pada sebagian jenis harta yang lain.[12]
            Dari beberapa definisi ulama di atas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula.[13]
            Kata zakat dalam arti terminologi oleh al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut dalam satu konteks dengan shalat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan yang berada pada surat-surat yang turun di Makkah dan sisanya berada pada surat-surat yang turun di Madinah.[14]
            Dari beberapa ayat al-Qur’an, kata zakat banyak sekali yang dihubungkan dengan kata salat dan kita diperintahkan untuk melaksanakannya seperti yang terdapat dalam surat al-Muzzammil ayat 20, sebagai berikut:
واقيمواالصّلوة واتوزاالزّكوة وافرضواالله قرضاحسنا[15]
Di samping itu, al-Qur’an juga mengecam keras bagi orang yang tidak mau menunaikan perintah zakat tersebut, sebagaimana yang disinyalir dalam surat At- Taubah ayat 34, sebagai berikut:

والذّين يكنزون الذّهب والفضّة ولاينفقونهافىسبيل الله فبشّرهم بعذاب اليم[16]


Dengan demikian jelaslah bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban atas semua  umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh nas-nas al-Qur’an, al-Hadis dan Ijma ulama.

   Zakat dalam hirarkis hukum Islam merupakan rukun Islam ketiga, yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, yang disyari’atkan pertama kali pada bulan Syawal tahun II Hijriyah di Madinah. Kewajiban zakat itu bila ditinjau dari kekuatan hukumnya sangat kuat karena mempunyai dasar hukum nas yang sudah pasti, seperti tersebut dibawah ini:
a.       Al-Qur’an                  
وأقيمواالصّلوة واتواالزّكوة واركعوا مع الرّكعين  [17]
وهوالذّي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات والنّخل والزرع مختلفاأكله والزيتون والرّمان متشابها وغيرمتشابه كلوا من ثمره
اذاأثمرواتواحقه يوم حصاده ولآتسرفوا إنه لايحب المسرفين[18]

إنّ الذّين امنواوعملواالصّالحات واقامواالصّلوة وأتواالزّكوة لهم

اجرهم عند ربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون[19]







b.      Al-Hadis

بنىالاسلام علىخمس شهادت ان لآاله الاّالله وانّ محمّدارسول الله واقام الصلاة وايتاءالزكاة والحجّ البيت وصوم رمضان[20]

يأمرنابالصّلاة والزكاة والصلة والعفا ف[21]

a.       Ijma’
Yaitu adanya kesepakatan semua umat Islam di semua negara bahwa  zakat adalah wajib. Bahkan, para sahabat Nabi SAW sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat dan mereka tergolong orang kafir dalam pandangan ulama.[22]

  1. Syarat-syarat Zakat
            Untuk membatasi pengertian syarat, penyusun berpegang pada makna syarat yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang ada atau tidak adanya hukum tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.[23]
            Dari pengertian tersebut, syarat dalam zakat ada dua, yaitu:
a.       Syarat zakat yang berhubungan  dengan subyek atau pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah Islam, merdeka, balig dan berakal.[24]
b.      Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai obyek zakat)
            Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat secara umum telah disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut pada lima kelompok harta, namun macam- macam jenis harta tersebut, tidak sebagai pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi additional  yaitu sesuai dengan waktu itu.[25]
            Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya jenis (macam-macam) harta yang menjadi obyek zakat adalah harta yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[26]
1)   Milik penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang punya, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
2)  Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income, keuntungan atau pendapatan. Dengan begitu nampak jelas bahwa jenis atau macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang mempunyai potensi dapat dikembangkan atau berkembang dengan sendirinya.
3)  Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Contoh: nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing. Sehingga apabila jumlah unta kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun ketentuan nisab zakat ini berdasarkan hadis Nabi SAW sebagai berikut:
ليس فيمادون خمسة أوسق صدقة ولافيمادون خمس ذودصدقة ولافيمادون خمس أواق صدقة[27]

4)   Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
5)   Bebas dari hutang
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nażar atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
6)   Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili< dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.[28] Hal ini sebagai mana dalam hadis Nabi SAW diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sebagai berikut:
لاتجب فى مال زكاة حتى يحول عليه الحول[29]
Tahun yang dimaksud adalah hitungan tahun Qamariyyah. Syarat ini hanya terbatas pada jenis harta: ternak, emas perak dan harta dagangan, masuk dalam istilah zakat modal. Untuk hasil pertanian, buah-buahan, harta karun dan yang sejenis disebut zakat pendapatan, tidak disyaratkan satu tahun.[30]
  1. Rukun Zakat
            Adapun yang termasuk rukum zakat adalah: 
a.       Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakat
b.      Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
c.       Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.[31]



  1. Macam-Macam Zakat
  Zakat menurut garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu: zakat harta atau biasa disebut zakat mal dan zakat jiwa atau biasa disebut zakat fitrah.
1.      Zakat Mal
Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum), yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.[32]
Di dalam al-Qur’an, Allah SWT tidak merinci secara detail tentang harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. al-Qur’an juga tidak menjelaskan tentang kadar prosentase kewajiban zakat tersebut. Tetapi Allah telah memberikan amanat kepada Rasul-Nya Muhammad SAW untuk menjelaskan dan merinci hal tersebut, dalam bentuk sunnah, baik yang qauliyah maupun yang amaliyah. Hal ini merupakan perwujudan dari firman Allah sebagai berikut:
وانزلنااليك الذّكرلتبيّن للنّاس مانزّل اليهم ولعلهم يتفكرون[33]
Pada mula-mula zakat difardukan tanpa menyebutkan secara gamblang tentang harta apa saja yang harus dizakati, demikian juga dengan ketentuan kadar zakatnya. Syara’ hanya menyuruh mengeluarkan zakat. Demikian keadaan itu berjalan hingga tahun ke dua Hijriyah, dan mulai dari tahun Hijriah inilah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya masing-masing.[34]
Adapun mengenai harta kekayaan yang wajib dizakati para ulama sepakat ada empat macam, yaitu:
a.          Emas Perak
b.          Binatang ternak
c.          Tanaman dan buah-buahan
d.         Harta perniagaan[35]
a.   Emas dan Perak
Dasar diwajibkannya zakat pada emas dan perak ialah firman Allah SWT, sebagai berikut:
والذين يكنزون الذّهب والفضّة ولا ينفقونهافى سبيل الله فبشّرهم بعذاب اليم[36]
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak wajib hukumnya. Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati ialah emas dan perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun dimiliki, terkecuali emas dan perak yang baru diperoleh dari galian, maka tidak disyaratkan cukup setahun.[37]
Adapun emas tidak wajib dikeluarkan zakatnya hingga banyaknya mencapai 20 dinar, sedangkan untuk perak nisabnya 200 dirham. Ketentuan ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
فإذاكانت لك مائتادرهم وحال عليهاالحول ففيهاخمسة دراهم ليس عليك شئ يعنىفىالذّهب حتّى يكون لك عشرون دينارافإذاكانت لك عشرون ديناراوحال عليهاالحول ففيهانصف دينار فمازاد فبحساب ذ لك[38]
قدعفوت عن الخيل والّرقيق فهاتوا صدقة الّرقةمن كلّ اربعين درهما درهماوليس في تسعين ومائة شئ  فاذا بلغت ما ئتين ففيهاخمسة دراهيم[39]   
Adapun menurut perhitungan, nisab emas 20 dinar tersebut kurang lebih 94 gram, sedangkan nisab perak 200 dirham kurang lebih 624 gram, untuk kadar zakat masing-masing adalah 2,5%.[40]
b.   Binatang ternak
Dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat atas binatang ternak adalah hadis Nabi riwayat al-Bukhari dari Abī Żar, sebagai berikut:
مامن رجل تكون له ابل أوبقرأوغنم لا يؤ دّى حقّهاإلاّأوتي بهايوم القيامة اعظم ماتكون وأسمنه تطؤه بأخفافهاتنطحه بقرونها كلمّاجازت أخراهاردّت عليه اولاهاحتّى يقض بين النّاس[41]  
Dari hadis tersebut di atas, jumhur ulama sepakat bahwa binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi, kerbau dan kambing.
Adapun syarat binatang ternak yang wajib dizakati adalah:
            1).  Jumlahnya mencapai nisab
                  2).  Telah melewati masa satu tahun
3). Digembalakan di tempat penggembalaan umum, yakni tidak diberi makan di kandangnya, kecuali jarang sekali
4). Tidak digunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya, seperti untuk mengangkut barang, membajak sawah dan sebagainya.[42]
Nisab ternak dan kadar zakat antara ternak satu dengan yang lain barbeda. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang nisab dan kadar zakat masing-masing.
Unta
Nisab unta adalah lima ekor, dengan kadar zakat seekor kambing. Adapun jika lebih dari nisab maka dapat dilihat tabel berikut:

Tabel I
Nisab dan Kadar zakat Unta
Nisab
Kadar Zakat
5 – 9
1 ekor kambing
10 – 14
2 ekor kambing
15 – 19
3 ekor kambing
20 – 24
Bintu Mahdah
25 – 35
Bintu Labun
36 – 45
Hiqqah
46 – 60
Jidzal
61 – 75
2 ekor bintu labun
91 – 90
2 ekor hiqqah
91 – 120
2 ekor bintu labun
      
Ketentuan nisab tersebut berdasarkan hadis Nabi SAW, riwayat al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri sebagai berikut:
[43]ليس فيما دون خمس ذود صدقة من الإبل
Sapi
Nisab sapi adalah 30 ekor dengan kadar zakat satu ekor sapi jantan atau betina umur satu tahun. Jika jumlahnya lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II
Nisab dan Kadar Zakat Sapi
Nisab sapi
Kadar Zakat
30 – 39
1 ekor lembu umur 1 tahun
40 – 59
2 ekor lembu musinnah
60 – 69
2 ekor lembu tabi’I
70 – 79
2 ekor lembu tabi’I,  1 musinnah
80 – 89
2 ekor lembu betina umur 2 tahun
90 – 99
3 ekor lembu umur1 tahun
100 – 119
1 ekor lembu umur 2 th + 1 sapi umur 2 th.
120 – seterusnya
3 ekor lembu umur 2 th + 4 sapi umur 2 th
               
Ketentuan nisab sapi tersebut, berdasarkan hadis Nabi saw dari  Mu’ad, sebagai berikut:
 بعثني النبي ص.م. الى اليمن فأمرني أن أخذ من كلّ ثلا ثين بقرة تببعااو تبيعة ومن كلّ اربعين مسنّة[44]                        

Kambing
Sedangkan untuk nisab kambing[45] adalah 40 ekor, dengan kadar zakat 1 ekor kambing, ini berlaku untuk jumlah 40-120 ekor, dan apabila lebih maka dapat dilihat tabel berikut:
Tabel III
Nisab dan Kadar Zakat Kambing
Nisab kambing
Kadar zakat
40-120
1 ekor kambing
121-200
2 ekor kambing
201-300
3 ekor kambing
301-400
4 ekor kambing
               
Ketentuan nisab tersebut baerdasarkan hadis Nabi SAW:
 و في سائمةالغنم إذاكانت أربعين ففيهاشاة[46]
            c.   Tumbuh-tumbuhan (Hasil pertanian)
Dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat atas hasil pertanian adalah   firman Allah SWT:
ياأيّّهاالذّين امنواأنفقوامن طيّبات ماكسبتم وممّّاأخرجنالكم من الأرض[47]
Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat dari apa yang dikeluarkan dari bumi.
Mengenai kewajiban zakat hasil pertanian ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Namun mereka masih berbeda pendapat tentang jenis pertanian yang wajib dizakati.  Dalam hal ini ada beberapa pendapat:[48]
1).    Al-Hasan al-Basri, as-Sauri, dan as-Sya’ti berpendapat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati hanya empat macam jenis tanaman, yaitu: gandum, kurma, padi dan anggur. Selain empat macam tersebut tidak wajib zakat.
2).    Imam Abu Hanifah, berpendapat wajib dizakati semua hasil tanah yang diproduksi oleh manusia, dengan sedikit pengecualian antara lain pohon-pohonan yang tidak berbuah
3).    Imam Malik berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang bisa tahan lama dan dan diproduksi oleh manusia.
4).    Imam asy-Syafi’i berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang memberi kekuatan (mengenyangkan), bisa tahan lama dan diproduksi oleh manusia. Ketentuan berdasarkan firman Allah, sebagai berikut:
وهوالذي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات والنّحل والزّرع مختلفااكله والزيتون والرّمّان متشابهاوغير متشابه كلوامن ثمره اذا أثمرواتواحقّه يوم حصاده [49]
Sedangkan Mahmud Syaltout berpendapat bahwa wajib dizakati semua tanaman dan buah-buahan yang diproduksi manusia, berdasarkan firman Allah, sebagai berikut:
ياأيّهااّلذين امنواانفقوامن طيّبات ماكسبتم وممّااخرجنالكم من الأرض [50]
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa semua hasil bumi wajib dizakati tanpa terkecuali, termasuk pula hasil yang terkena pajak (kharajiyiiah), Adapun zakat hasil bumi itu berkaitan dengan masa panennya bukan setahun sekali, akan tetapi lebih dari sekali setahun atau sebaliknya bisa lebih dari setahun sekali zakatnya jika tanaman itu panennya lebih dari setahun.[51]
Adapun nisabnya adalah bila telah mencapai lima wasak, sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Ishak bin Mansur, sebagai berikut:
ليس في حبّ ولا تمرّ صدقة حتىّ يبلغ خمسة او سقّ ولا فيماذون خمس دون    صد قة ولا فيمادون خمس أواق صدقة[52]

Sedangkan kadar zakatnya adalah 10% bila disiram dengan air sungai atau air hujan, dan 5% jika diairi dengan kincir yang ditarik oleh binatang atau disiram dengan alat yang memakan biaya. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat al-Bukhari dari Salim bin Abdullah:
فيماسقت السماءوالعيون أو كان عثريّاالعشر وماسقي بالنّضح نصف العشر[53]

Adapun menurut perhitungan yang telah ditetapkan oleh departemen agama lima wasaq adalah 750 kg beras atau 1350 kg gandum kering.[54]
            d.  Harta Perdagangan
Yang dimaksud dengan harta perdagangan adalah semua bentuk harta yang diproduksi untuk dijualbelikan dengan bermacam-macam cara dan membawa kenaikan dan manfaat bagi manusia.[55]
Adapun dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat pada harta perdagangan adalah firman Allah:
ياأيهاالذّين امنواأنفقوامن طيّبات ماكسبتم وممّاأخرجنالكم من الأرض [56]
Ayat ini mengandung makna bahwa wajib bagi semua harta yang dipergunakan dalam usaha kerja yang produktif untuk dikeluarkan zakatnya. Demikian pendapat Iman Abu Bakar Ibn Arabi dalam Ahkām al-Qur’ānnya, juga Imam al-Razi yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawi.[57] Pendapat mereka diperkuat lagi dengan hadis Nabi saw sebagai berikut:
كان يأمرناان نخرج الصّدقة من الّذي نعدّللبيع [58]

Mengenai zakat tijarah ini, ulama zahiriyyah berbeda pendapat, bahwa tidak wajib dikeluarkan zakatnya atas harta perdagangan.[59]
Adapun syarat harta benda menjadi tijarah menurut Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnahnya  ada dua macam syarat, yaitu:
1.      Hendaklah dimiliki secara nyata seperti dari jual beli
2.      Hendaklah ketika dimiliki itu diniatkan untuk diperdagangan[60]
Disamping kedua syarat tersebut, harta perdagangan itu juga harus mencapai nisab dan haul. Adapun nisabnya adalah seharga 20 misqal emas atau 94 gram emas murni, sedangkan kadar zakatnya adalah 2,5%.[61]
Adapun cara mengeluarkan zakat barang dagangan tersebut menurut Maimun bin Mihram, Hasan al-Basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawī dalam bukunya Fiqh az-Zakāh adalah sebagi berikut: apabila sudah tiba waktu untuk mengeluarkan zakat, hitunglah berapa jumlah uang kontan yang ada, barang yang ada dan hitunglah nilai barang itu secara piutang yang ada pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah hutangnya, baru dikeluarkan zakatnya.
           
2.  Zakat Nafs
Zakat ini biasa disebut dengan zakat fitrah atau zakat fitri, karena zakat ini dihubungkan dengan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul fitri.
Zakat fitri adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar pada malam hari raya Idul fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa.
Zakat ini disyari’atkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, adalah untuk mensucikan orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kotor dan keji serta untuk memberi makan orang-orang miskin.
Zakat ini merupakan zakat pribadi, sedangkan zakat mal merupakan pajak pada harta. Oleh karena itu tidak disyaratkan pada zakat fitrah apa yang disyaratkan pada zakat mal, seperti nisab dan syarat-syarat tertentu.
Adapun diwajibkannya zakat fitrah ini karena tiga hal, yaitu: Islam, terbenam matahari dan akhir bulan Ramadan.
Mengenai hukum melaksanakannya adalah wajib berdasarkan nas al-Qur’an sebagai berikut:
قد أفلح من تزكّي وذ كر اسم ربّه فصلّى[62]

Ayat ini menurut Ibn Huzaimah, diturunkan berkenaan dengan zakat fitrah, takbir hari raya dan sembahyang.
Demikianpun menurut Sa’id ibnu Musayyad dan Umar Ibn Abdul Aziz, bahwa zakat yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah zakat fitrah. Adapun nas hadis yang menerangkan tentang zakat fitrah adalah hadis riwayat muslim dari Ibn Umar. Rasulullah bersabda:
فرض زكاة الفطرمن رمضان على النّاس صاعامن تمر أوصاعامن شعيرعلى كلّ حر أوعبد ذ كر أو أنثي من المسلمين[63]
Hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa zakat fitrah itu wajib. Adapun yang menjadi perbedaan pendapat ulama adalah mengenai batas waktu wajib.
Menurut Sauri, Ahmad, Ishak dan asy-Syafi’ī serta menurut suatu berita dari Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenam matahari, pada malam lebaran, sebab saat itulah waktu berbuka puasa Ramadan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Lais, asy-Syafi’i, menurut berita yang lain dari Malik waktu wajibnya adalah tatkala fajar dari hari lebaran.
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa mengakhirkan zakat fitrah setelah shalat Idul fitri adalah makruh, karena maksud utama dari zakat fitrah adalah mencukupkan orang-orang fakir dan peminta-minta dihari itu. Sehingga apabila mengakhirkannya, maka hilanglah sebagian waktu dari hari itu tanpa terbukti mencukupkannya.
Adapun jenis harta benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah ialah tanaman seperti: sya’ir, zabīb dan aqīt. Hal ini sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan Muslim dari abi Sa’id al-Khudri, sebagai berikut:
كنّا نخرج اذاكان فيهارسول الله ص.م زكاة الفطرعن كلّ صغيروكبيرحر أومملوك صاعامن طعام أو صاعاأقط أوصاعامن شعير أو صاعامن تمر أو صاعامن زبيب فلم نزل نخرجه حتّى قدم علينامعاويه بن أبىسفيان حاجاأومعتمرفكلّم النّاس على المنبرفكان فيما كلّم به النّاس أن قال: انّي أري أن مدين من سمر الشام تعدل صاعامن تمر فأخذ النّاس بذالك قال:أبوسعيدفأمّاأنافلا أزال اخرجه كماكنت اخرجه أبداماعشت[64]
Jenis tersebut merupakan awal dari makanan yang dijadikan zakat fitrah. Kemudian dihubungkan dengan segala rupa, makanan yang menjadi pengenyang di masing-masing tempat. Seperti beras bagi kita orang Indonesia

D.  Sasaran dan Hikmah Zakat
1.      Sasaran zakat
Sasaran zakat ditujukan kepada delapan golongan atau yang disebut asnaf. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
انّماالصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليهاوالمؤلفة قلوبهم وفي الرّقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السّبيل[65]
Ayat tersebut di atas menjelaskan tentang sasaran zakat, yakni bahwa zakat ditujukan kepada delapan golongan. Adapun 8 golongan yang dimaksud adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, garim, sabilillah dan ibn sabil.
a.       Fakir dan Miskin.
Fakir miskin adalah orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah. Menurut Sayyid Sabiq, fakir miskin adalah orang-orang yang ada dalam kebutuhan dan tidak mendapatkan apa yang mereka perlukan.[66] Sedangkan Imam asy-Syafi’i memberikan pengertian tersendiri terhadap fakir miskin. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula mempunyai mata pencaharian. Sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai harta atau mata pencaharian tetapi di bawah kucukupan.[67]
Oleh karena golongan fakir miskin ini adalah orang-orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah, maka sasaran utama zakat adalah untuk menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam.
b.      Amil zakat
Yang dimaksud amil zakat adalah orang-orang yang melaksanakan kegiatan urusan zakat mulai dari para pungumpul sampai bendahara dan penjaganya juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat dan membagi pada mustahiqnya.[68]

c.       Muallaf
Adapun yang dimaksud muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas orang miskin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.[69]
d.      Riqab
Riqab adalah memerdekakan budak belian, hal ini diambilkan dalam penggalan ayat  “وفىالرقاب “   adapun penyaluran dana zakat pada golongan riqab masa sekarang dapat diaplikasikan untuk membebaskan buruh-buruh kasar atau rendahan dari belenggu majikannya yang mengeksploitasi tenaganya, atau membantu orang-orang yang tertindak dan terpenjara, karena membela agama dan kebenaran.
Kondisi seperti ini banyak terjadi pada zaman sekarang, apalagi melihat kondisi perekonomian negara dan masyarakat semakin sulit diatasi. Dengan demikian pengembangan riqab semakin luas sesuai dengan perkembangan sosial, politik dan perubahan waktu.
e.       Garimin (orang yang berhutang)
Menurut Imam Malik, asy-Syafi’i< dan Ahmad, bahwa orang mempunyai hutang terbagi dua golongan. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri, dan kedua adalah orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat.[70]
f.       Fi Sabilillāh
Di antara ulama dulu dan sekarang ada yang meluaskan arti sabilillāh, tidak khusus pada jihad yang berhubungan dengan Tuhan, tetapi ditafsirkan pada semua hal yang mencakup kemaslahatan taqarub dan perbuatan baik, sesuai dengan penerapan arti asal kalimat tersebut.[71]
Menurut Zakiyah Darajat, penggunaan kata sabilillāh mempunyai cakupan yang sangat luas, dan bentuk praktisnya hanya dapat ditentukkan pada kondisi kebiasaan waktu.[72] Kata tersebut dapat digunakan dalam istilah jalan yang menyampaikan kepada keridaan Allah baik berupa pengetahuan atau amal perbuatan.[73]
g.      Ibnu Sabil
Yang dimaksud Ibnu Sabil menurut ulama ialah qiyasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas pada suatu daerah ke daerah lain untuk melaksanakan suatu hal yang baik, tidak untuk kemaksiatan. Menurut golongan Syafi’i ada dua macam, yaitu: orang yang akan bepergian dan yang sedang dalam perjalanan, mereka berhak meminta bagian zakat meskipun ada yang menghutanginya dengan cukup. Menurut golongan ini ibnu sabil diberi dana zakat untuk nafkah, perbekalan dan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.[74] Zakiyah Darajat memasukkan dalam golongan ini adalah para penuntut ilmu yang jauh dari orang tua dan kehabisan bekal dalam rantauannya.[75] 



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan metode wawancara yaitu dengan mewawancari salah satu muzakki di desa Harjowinangun Barat RT 6 RW 6 yaitu Bapak Rosyidi, beliau menyatakan bahwa pada era modern ini masyarakat termasuk beliau kesulitan dalam membedakan antara orang yang tidak berhak menerima zakat dan orang yang memang berhak menerima zakat dan wajib untuk dizakati.
  Banyak pula warga RT 6 Rw 6 yang mnyalurkan zakat kepada orang yang memiliki hubungan keakraban yang lebih dekat misalnya lebih mengutamakan saudaranya dan tetangga terdekatnya. Sedangkan jika kita melihat itu sangat berbeda dengan yang ada dalam al-Qur’an sebagaimana telah ditetapkan Allah bahwa zakat hanya diberikan kepada delapan golongan. Adapula yang memberikan zakatnya kepada karyawanya sehingga dalam kasus ini muzakki merangkap antara THR dan zakatnya, hal itu juga tidak bisa dibenarkan bahwasanya semua karyawan tersebut memenuhi syarat sebagai penerima zakat.
Faktor yang menyebabkan terjadinya hal itu adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penget ahuan agama terlebih dalam ranah fiqh, sehingga sering kali masyarakat lebih mementingkan hubungan kekeluargaan tanpa memperhatikan keadaan dan kodisi penerima zakat.
Selain itu menurut bapak Rosyidi rasa tidak enak hati ewuh juga melatar belakangi para muzakki di RT 6 RW 6 lebih memilih orang orang yang lebih dekat sebagai penerima zakat. Di daerah tersebut juga tidak ada badan amil zakat sehingga warga cukup kesulitan dalam penyaluran zakat dan pemerataan zakat.
at-Taubah ayat 60
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَ فِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ )٦٠(
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah,  dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. (At-Taubah: 60)

Makna Mufrodat
الفقرآء : Al-fuqara’ merupakan jamak dari faqir. Kata ini terbentuk dari kata faqura yang darinya terbentuk pula kata iftaqara yang berarti membutuhkan. Jadi, al-faqr artinya orang yang membutuhkan. Maka orang yang tidak mempunyai harta atau orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya disebut dengan faqir karena dia membutuhkan bantuan orang lain. Quraish Shihab menyebutkan, faqir itu terbentuk dari kata faqr, yang berarti tulang punggung, faqr adalah orang yang patah tulang punggungnya dalam arti bahwa beban yang dipikulnya demikian berat sehingga mematah tulang punggungnya.
المساكين : Jamak dari al-miskin, yang berasal dari kata sakana artinya hilang kegiatannya, karena menggantungkan kehidupannya kepada manusia. Miskin yaitu orang yang memiliki penghasilan tetap, tetapi penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
سبيل الله : Jalan atau sarana yang mengantarkan penggunanya menuju ridha Allah dan pahala dari-Nya dan yang dimaksud dengannya adalah setiap orangyang melakukan aktivitas (kegiatan) yang masuk ke dalam kategori mentaati Allah.
Asbabun Nuzul
Ayat ini turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
( إِنَّمَا الصَّدَقَات ) maksud dari ayat ini adalah zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.
Penjelasan Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa ada delapan bagian orang berhak menerima zakat, yaitu fakir, miskin, ‘amil, muallaf, budak, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. Ayat diatas menggambarkan pula bahwa diantara delapan ashnaf ada enam ashnaf yang menggunakan lam al-milk (yang menunjukkan kepada kepemilikan) dan dua lainnya menggunakan fi zarfiyah (menunjukkan kepada tempat). Lam al-milk (kepemilikan) digunakan untuk fakir, miskin, ‘amil, muallaf, gharim, dan ibnu sabil. Sedangkan fi zarfiyah digunakan untuk budak dan sabilillah.
Yang dimaksud dengan fakir dalam ayat diatas adalah orang yang tidak memiliki usaha layak dan harta yang mencukupi kebutuhanya. Miskin adalah orang yang telah memiliki harta dan usaha yang patut, tetapi tidak mencukupi kebutuhanya.
Yang dimaksud dengan amil adalah orang yang bekerja mengurus harta zakat. Pekerjaan amil ini meliputi menerima harta itu dari muzakki, menuliskan, mengumpulkan, dan membagikan kepada orang yang berhak menerimanya. Dan muallaf adalah orang yang sudah masuk islam tetapi islamnya masih lemah maka dia diberi zakat agar imanya semakin kuat, dengan tujuan melunakkan hatinya agar tetap dalam islam.
Riqab adalah budak atau hamba sahaya yang belum merdeka, yaitu budak yang digantungkan kemerdekaanya oleh majikannya atas sejumlah harta yang harus dia serahkan kepada majikan tersebut sebagai penebus dirinya. Dalam fiqh disebut budak mukatab dan budak lainya tidak berhak menerima zakat.
Gharim adalah orang yang berutang, baik utang pribadi seperti utang keperluan makan, pakaian, pembangunan rumah, maupun kemslahatan umum dengan atas nama dirinya. Akan tetapi, utang itu disyaratkan bukan utang maksiat, seperti judi dan khamr.
Sedangkan sabilillah adalah orang-orang yang berjuang dijalan Allah. Adapun ibnu sabil adalah orang yang habis perbekalanya dalam perjalanan maka kepadanya diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan itu.[5]
Analisi
Dalam QS. at-Taubah ayat 60 menyatakn bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain yang telah disebutkan oleh Allah SWT dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan diantara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya dibagikan kepada golongan-golongan tersebut secara merata, dengan mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainya.
Seperti yang telah dijelaskan diatas huruf lam yang terdapat pada lafaz lilfuqara memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati.
Penyaluran zakat hanya kepada orang-orang yang berhak menerimanya saja dan tidak diberbolehkan kepada selain delapan golongan tersebut, fenomena yang terjadi di desa Harjowinangun Barat RT 6 RW 6 merupakan keawaman masyarakat terhadap pengertian ahsnaf dalam pembagian zakat, sehingga hal ini menimbulkan terjadinya kesalahan dalam penyaluranya.
Meskipun muzakki diperbolehkan untuk mengutamakan saudaranya dalam penerimaan zakat, namun saudara yang memenuhi kriteria delapan golonganlah yang wajib dizakati jika saudaranya muzakki termasuk golongan orang yang mampu maka tidak berhak menerima zakat.
Dan jika dalam suatu masyarakat yang keadaanya cukup sejahtera sehingga muzakki kesulitan dala penyaluran zakat, maka disinilah pentingnya ada badan amil zakat dimana BAZ akan membantu dalam menyalurkan zakat kepada orang orang yang berhak menerima zakat. Terlebih lagi bisa rata dalam pembagianya.
Menurut penulis terhadap apa yang terjadi di RT 6 RW 6 tersebut bisa disiasati dengan melebihkan jumlah harta yang dikeluarkan artinya jika muzakki mengeluarkan harta lima juta rupiah maka bisa dilebihkan menjadi enam juta rupiah dengan tujuan selisih uang satu juta tersebut diberikan orang yang tidak termasuk delapan golongan penerima zakat.
Karena pada dasarnya zakat sangat berbeda dengan shodaqoh karena zakat lebih rinci yaitu harta yang harus diberikan orang orang yang telah disebutkan dalam firman Allah dan shodaqoh lebih global serta bisa diberikan kepada siapa saja serta berupa apa saja.
Di wilayah Bapak Rosyidi juga perlu adanya penyuluhan atau memberikan penjelasan tentang bab zakat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara muzakki dan orang yang tidak berhak menerima zakat yang mempunyai hubungan yang akrab dengan muzakki sehingga rasa tidak enak hati bisa hilang dengan pengetahuan tentang siapa saja yang wajib dan berhan dizakati
.



BAB IV
PENUTUP


Delapan golongan yang wajib dizakati adalah fakir, orang-orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para budak, orang-orang yang berhutang, dan pada sabilillah,  dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Jika harta benda diberikan kepada selain delapan golongan tersebut maka tidak bisa disebut sebagi zakat.
Jika kita melihat hal yang terjadi di RT 6 RW 6 sangat dibutuhkan partisipasi dari orang yang menguasai persoalan zakat untuk melakukan penyuluha terhadap warga tentang zakat. Selain BAZ sangat dibutuhkan sebagi badak penyalur zakat untuk membantu dalam pembagian zakat dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pembagian zakat.



DAFTAR PUSTAKA




Abdurrahman, Asmuni, Qawa’id al-Fiqhiyyah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992
Abi Dawud, Sulaiman bin al-Asy’ari  bin Ishak as-Sijistani, Sunan Abu Dawud, 2 jilid, Beirut: Dar al-Fikr, t.t
Al-Bukhari, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il Ibn Ibrahim bin Mugirah bin Bardizbah, Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Al-Buny, Djamaluddin Ahmad, Problematika Harta dan Zakat, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983
Al-Hasby, Muhammad Bagir, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Pendapat Ulama, Bandung: Mizan, 2002
Al-Mahalli, Jalaluddin Muhammad bin Ahmad dan Al-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar, Tafsir Jalalain, Beirut: Dar al-Fikr, 1989
Anis, Ibrahim, dkk., Al-Mu’jam al-Wasit, 2 Jilid, Mesirt: Dar al-Lisan al-‘Arab, 1972
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1996
Asy-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad, Nail al-Autar, 4 Jilid,Libanon: Dar al-Jail, t.t.
Darajat: Zakiyah, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, Jakarta : Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1991
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, alih bahasa Masdar Helmi, Bandung: Gema Risalah Pers, 1997
Malik, Abu Abdillah Malik bin Anas, Al-Muwatta,  ttp: tnp, t.t
Muslim, Abu Husain Muslim Ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, 9 jilid, Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Permono, Sjechul Hadi, Sumber-sumber Penggalian Zakat, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992
Soeb, Joesoef, Masalah Zakat dan Sisrem Moneter, Medan: Rainbow, 1987
Suma, Muhammad Amir,Tafsir Ahkam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997
Syahatih, Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat Dalam Dunia Modern, alih bahasa Anshari Umar sitanggal, Jakarta: Pustaka dian Antar Nusa, 1987




[1] Fatkhurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos wacana Ilmu,1997), hlm. 43.
[2] Yūsuf al-Qaradawī, Syari’at Islam Ditantang Zaman, terj. Abu Zaky (Surabaya: Pustaka Progresif, 1990), hlm.115.

[3] Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, cet. ke-3 (Bandung: Mizan,1994), hlm.188.

[4] Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtāhid wa Nihāyah al-Muqtas}id,cet. ke-2 (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950) II: 251
[5]Ibrahim, Anīs dkk, Al-Mu’jām al-Wasīt, (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, t.t.), I: 498.
[6]Al-Alamah Ibnu Manzūr, Lisān al-‘Arab,(Beirut: Dār Lisan al-‘Arab, t.t.), II: 36.
[7]At-Taubah (9): 103.
[8]Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,alih bahasa Agus Effendi dan Burhanuddin Fanany, kata pengantar Jalaluddin Rahmat, (Bandung: PT.Remaja Rosda karya,1995), hlm. 83.
[9] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dār al-kutub al-Araby, 1973), I: 276.
[10]Lebih lanjut al-Jazāirī memberikan keterangan pengertian tersebut di atas bahwa seseorang yang telah memiliki harta yang mencapai nisab zakat. Maka ia wajib memberikan harta zakatnya kepada yang berhak dengan cara menjadikan milik. Abdurrahman al-Jazāirī, Al-Fiqh ‘alā al-Mazāhib al-‘Arba’ah, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), I:536.
[11]Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Autār,(Libanon: Dār al-Jail, t.t.), IV:169.
[12]Hasbi ash Shiddieqy, Zakat Sebagai Salah Satu Unsur Pembinaan Masyarakat Sejahtera, (Purwokerto: Matahari masa, 1969), hlm.11.  
[13]Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, zakat Dan Wakaf, cet. ke-1 (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 39.
[14]Yusuf al-Qaradawi, Fiqh az-Zakāh, (Beirut: Muasassah al-Risalah, 1980), I: 39.
[15] Al-Muzzammil (73): 20.
[16] At-Taubah  (9): 34 .
[17] Al-Baqarah (2): 43.
[18] Al-An’am (6): 141.
[19] Al-Baqarah (2): 277.
[20] Imām al- Bukhārī, Sahīh al-Bukhārī, Kitab al-Imān, (Beirut: Dār al-Fikr,1991), I:10. Hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Umar.
[21] Idem, bab wujub az-Zakāh, II: 124. Hadis sahih dari Abu Sufyan dari Ibnu Abbas.
[22] Wahbah al-Zuhailī, Zakat Kajian….., hlm. 90.
[23] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, penerj. Iskandar al-Barsany, cet. Ke-3, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 185. 
[24] Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian…., hlm.98-100.
[25] Ali Yafie, Makalah Seminar Pengembangan Manajemen Zakat tgl. 31Januari-1 Februari 1990 di IAIN Raden Intan Lampung, terkumpul dalam buku Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990), hlm. 18.
[26] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi…hlm. 41.
[27]Imām Muslim, Sahīh Muslim,Kitab az-Zakāh,(Beirut: Dār al-Fikr t.t) hlm. 390.
[28]Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), hlm. 128.
[29] Malik bin Anas, Al-Muwaţţa, Kitab az-Zakah bab az-Zakah fi al-‘ِِAini min az-zahab wa al-waraqi, (ttp: tnp, t.t.) Hadis no. 6  I:168.
[30] Yūsuf al-Qaradawī, Hukum…(terj.), hlm. 161.
[31] Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian…, hlm. 89.
[32] Muhammad Daud Ali, Sistem…, hlm. 42.
[33] An-Nahl (16): 44.
[34] Hasbi ash Siddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizqi Putra, 1996), hlm.32. 
[35] Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat…, hlm. 176. 
[36] At-Taubah  (10): 34.
[37] Hasbi  ash Siddieqy,  Pedoman…. , hlm. 94.
[38] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd,Kitab Az-Zakāh, (Beirut: Dar al-Fikr,1987), II:100, Hadis no. 1573, Hadis sahih dari Ali ra.
[39] Idem,. Bab Fi Zakah as-Sāimah, II: 101Hadis nomer  1574 Hadis dari Umr Ibn Aunin.
[40]Terdapat perbedaan pendapat mengenai ukuran emas 20 dinar dijadikan gram untuk ukuran Indonesia, ada yang berpendapat 85 gram, 94 gram dan 96 gram. Hal ini disebabkan ketidaksamaan dalam mengkonversi alat ukur yang akan digunakan masa dulu dan sekarang. Adapun 94 gram adalah kadar zakat yang berlaku di Indonesia berdasarkan instruksi mentri agama no. 5 th. 1991. Lihat Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf, Pedomam zakat , cet. 16 (Jakarta: Dep.Ag., 1997), hlm. 135.
[41]Imām al- Bukhārī,Sahīh al-Bukhārī, Bab az-Zakat al-Baqar (Beirut: Dār al-Fikr,1981), II: 141Hadis dari Abī Zār.                                                                                                                                                                
[42] Muhammad Bagir al Hasby, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, Sunnah dan Pendapat Ulama, (Bandung: Mizan, 2002), I: 294.
[43]Imām al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, Bab Zakat al-Waraq,II: 137.
[44]Imam at-Turmużi, Sunan at-Turmużi,ِِ Abwab az-Zakah.Bab Ma ja’a fi Zakah al-Bakhari, (ttp: Dār al-Fikr, 1978), II: 68, Hadis sahih dari Mahmud bin Gailan Abdul Razaq.
[45]Termasuk dalam nisab tersebut adalah domba dan biri-biri, Karena keduanya adalah satu jenis. Lihat as-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,alih bahasa Muhyiddin Syaf, (Bandung: PT Al-Ma’arif, t.t.), hlm. 78.

[46] Imam Abi Dawud, Sunān Abī Dawūd, Bab zakah as-Sā’imah (Beirut: Dār al-Fikr, t.t.), II:  97.

[47] Al-Baqarah (2): 267.

[48] Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyyah. (Jakarta: Masagung, 1993), hlm. 210-211.

[49] Al-An’am (6): 141.

[50] Al-Baqarah (2): 267.

[51] Mahmud Syaltout, Al-Fatāwā, (ttp: Dār al-Qalam, t.t.), hlm. 122-123.

[52] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Kitab az-Zakāh, I: 390, Hadis dari Ishak bin Mansur.

[53] Imām al-Bukhari,Sahīh al-Bukhārī,Bab al-Usyr lima yusqa min mā’i samā’i wa bil mā’i jarī, II: 148, Hadis riwayat Bukhari dari Salim bin Abdullah.

[54] Proyek  Peningkatan Sarana Keagaman Zakat dan Wakaf (Jakarta: Pedoman Zakat, t.t.), hlm. 197. 

[55] Djamaluddin Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan Zakat, cet. Ke-2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), hlm. 115.

[56] Al-Baqarah (2): 167.

[57] Yūsuf   al- Qaradawī, Fiqh az-Zakāh, I: 315 .

[58] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd, Kitab az-Zakāh, Bab al-‘urud Iża kāna li at-tijārah, II: 95, Hadis no. 1562 Hadis dari samurah bin jundab ra.

[59] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, I: 346.

[60] Syechul Hadi Purmono, Sumber-sumber Penggalian Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hlm. 133.

[61] Yusuf al-Qaradawi, Ibid, I: 322-323.

[62] Al-‘Ala (81): 14-15.

[63] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakat al-Fitri ‘alā al-Muslim min at-Tamri wa Syair, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi,t.t), hlm. 392.
[64] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakah al-Fitr, ‘alā muslimīn, I: 392.

[65] At-Taubah (9): 60.

[66] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj., hlm. 104.

[67]Imam Abi Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, Al-Umm, (Kairo: Dar as-Syu’bi,1995), I:104.

[68]Yūsuf al-Qaradawi, Fiqh az-Zakāh, hlm. 546.

[69]Ibid., hlm. 563.
[70] Ibid., hlm. 545
[71] Ibid., hlm. 611.
[72] Zakiyah Darajat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1991), hlm. 82.

[73] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj. hlm. 172. 
[74] Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaf an-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab. Vol. hlm. 227.
[75]Zakiyah Darajat, Zakat…, hlm. 82.

No comments:

Post a Comment