Friday, January 20, 2017

TAFSIR AYAT TENTANG SHOLAT JUMAT

TAFSIR TENTANG SHOLAT JUMAT
BAB I
PENDAHULUAN

Shalat adalah media komunikasi antara insan dengan Tuhan dan merupakan suatu ibadah yang dapat mengikat hati dan menguatkan iman. Dari segi ini shalat dapat membawa kontak sosial dan saling tolong menolong antar sesama dalam amal kebajikan dan ketaqwaan. Kalau shalat wajib lima waktu sehari semalam tidak dapat berjamaah ke masjid lantaran kesibukan, kemalasan dan lain sebagainya, maka Allah SWT mewajibkan kaum muslimin untuk menunaikan sholat berjamaah satu minggu sekali yaitu pada hari Jum’at dan kaum muslimin diwajibkan agar bergegas menuju masjid apabila adzan telah berkumandang, Namun demikian fakta yang terjadi di sebagian masyarakat kita tidak seperti yang demikan karena lantaran kesibukan dan kemalasan dari masing-masing.
Dengan latar belakang di atas maka, penulis menyusun Makalah ini mencoba mengingatkan pada diri sendiri dan kaum muslimin dalam sholat jum’at, makalah ini sedikit membahas tentang Sholat jum’at yang berisi tentang ayat yang mewajibkan sholat jumat beserta terjemahan, mufrodat, Asbabun Nuzul Ayat, tafsir dan penjelasannya. Dan semoga makalah sederhana kami ini dapat bermanfaat.

BAB II
PEMBAHASAN

TAFSIR TENTANG SHOLAT JUM’AT
(AL-JUMU’AH AYAT 9-11)

A.      Surat Al-Jumu’ah ayat 9-11
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) ̍ø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ   #sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ   #sŒÎ)ur (#÷rr&u ¸ot»pgÏB ÷rr& #·qølm; (#þqÒxÿR$# $pköŽs9Î) x8qä.ts?ur $VJͬ!$s% 4 ö@è% $tB yZÏã «!$# ׎öyz z`ÏiB Èqôg¯=9$# z`ÏBur Íot»yfÏnF9$# 4 ª!$#ur çŽöyz tûüÏ%꧍9$# ÇÊÊÈ  

B.    Terjemahan
(9) Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
(10) Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
(11) Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik pemberi rezki.

C.   Kosa kata (Mufrodat)

نُوْدِىَ الصَّلاوةِ      Maka bertebaranlah kamu
                        :  Dan carilah (carilah rezeki)
مِنْ فَضْلِ اللّهِ         :  Untuk mencari rejeki Allah
ا للَّهْهُ                  :  Genderang, seruling, dsb.
انْفَضُّوْا                           :  Mereka bubar
وَتَر كُوكَ             :  Dan mereka tinggalkan kamu (dalam khotbahmu)[1]
فَا سْعَوْا               : Maka berjalanlah kamu
ذِ كْرُ اللّهِ              : Sholat
ذَرُوا ألبَيع            : Tinggalkanlah olehmu jual beli

D.    Asbabun Nuzul
1. Di riwayatkan dari imam Ahmad, Bukhari Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra. Bahwa ia berkata, yang artinya:
“Tatkala Nabi Muhammad SAW berkhutbah pada hari jumat, tiba-tiba datang kafilah ke Madinah, kemudian bergegaslah Sahabat-sahabat Rasulullah hingga tidak ada yang tertinggal melainkan dua belas orang termasuk aku, Abu bakar dan Umar”. Maka turunlah ayat ini..
2. Ibnu Katsir meriwayatkan dari Abi Ya’la dengannya, sampai kepada Jabir bin Abdillah, bahwa ia berkata:

بينما النّبىّ ص م. يحتب يوم الحمعة, فقد مت عيرالى المدينة, فابتدرهااصحاب حتّى لم يبق مع رسو ل الله ص م الّا اتنا عشررجلا, فقال رسول الله ص م: والّذى نفسى بيد ه لوتنا بعتم حتّى لم يبق منكم احد لسال بكم الوادى نارا, ونزلت هذ ه الاية: (واذراوتجارة......)

Artinya: “Tatkala Nabi saw sedang berkhotbah pada hari Jumat kemudian tiba kafilah ke Madinah lalu sahabat-sahabat Rasulullah saw bersabda melainkan dua belas orang. Kemudian Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaanNya kalau kamu ikuti mereka sehingga tidak ada seorangpun yang tertinggal tertu akan mengalir kepadamu lembah yang penuh api”.[2] Kemudian turun ayat… واذراوتجارة

3.  Abu hayyan meriwayatkan dalam tafsirnya Al-Bahrul Muhith, bahwa sebabnya sampai mereka bubar yaitu karena penduduk madinah pada saat itu ditimpa musim paceklik, dan harga barang-barang kebutuhan sangat tinggi. Maka ketika dihyah datang dengan membawa barang dagangan, sedang menurut adat kebiasaan  mereka, bahwa kafilah yang masuk kota diharuskan masuk memukul kendangan bunyi-bunyian lainya. Begitulah ketika kafilah-kafilah masuk kota dengan bunyi-bunyianya maka merekapun buyar untuk menontonnya, sedang Rasulullah SAW pada saat itu tengah berdiri dia atas mimbar yang dihadapan tinggal dua belas orang. Jabir berkata :Aku salah seorang diantara mereka. Maka turunlah ayat ini

E.   Munasabah Ayat
Dalam surat Al-Jum’ah ayat 5:
ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1uöq­G9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts È@sVyJx. Í$yJÅsø9$# ã@ÏJøts #I$xÿór& 4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤x. ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ  
5. perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya[1474] adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
[1474] Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad s.a.w.

Allah mencela orang-orang Yahudi karena mereka lari dari kematian untuk mencintai dunia dan menyukai kenikmatannya.[3] Oleh karena orang yang tidak mengamalkan kitab yang diturunkan kepadanya itu mencintai kehidupan dan meninggalkan segala yang bermanfaat baginya di akhirat.[4]

Kemudian dalam surat Al-Jum’ah ayat 10:
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ  
10. apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

            Allah menyebutkan bahwa orang-orang mukmin tidak dilarang memetik buah dunia dan kebaikannya, sambil mengusahakan apa yang bermanfaat baginya di akhirat, seperti shalat pada hari Jumat di masjid dengan cara berjamaah. Orang mukmin harus bekerja keras untuk dunia dan akhirat.[5]
            Surat sebelumnya, yaitu As-Saff ditutup dengan perintah untuk berjihad, yang dinamakan sebagai perniagaan. Dan surat ini ditutup dengan perintah shalat Jumat dan pemberitahuan bahwa shalat itu lebih baik daripada perniagaan duniawiyah.[6]

F.   Tafsir
1.    Hari jumat di masa jahiliyah disebut hari Arubah, sedang orang yang pertama kali menyebutnya hari Jumat adalahKa’ab bin Lu’ay. Dan diriwayatkan bahwa sebabnya disebut demikian, karena penduduk Madinah berkumpul sebelum Nabi SAW datang, kemudian orang-orang Anshar berkata: Kaum Yahudi mempunyai hari dimana pada setiap minggu mereka berkumpul pada hari itu, demikian juga kaum Nasrani, maka marilah kita mencari hari yang kita pergunakan untuk berkumpul pada hari itu, berdzikirlah dan bersyukur kepada-Nya. Lalu mereka menyambut: Hari Sabtu milik kaum Yahudi, hari Ahad milik kaum Nasrani, maka pakailah hari Arubah (untuk kita). Kemudian mereka menemui As’ad bin Zurarah. Lalu As’ad shalat bersama mereka dua rakaan bersama pada hari Arubah itu, maka hari itu kemudian disebut hari Jum’ah karena pada hari itu mereka berkumpul. Lalu mereka menyembelih seekor kambing untuk makan malam. Itulah permulaan Jumatan dalam Islam.[7]
2.    Firman Allah “Maka segeralah ingat kepada Allah” adalah suatu ungkapan yang lembut, yaitu hendaknya seorang mukmin menegakkan sholat jumat dengan kesungguhan dan penuh kegairahan, sebab lafal “As-sa’yu” mengandung arti kehendak, kesungguhan dan tekad yang bulat. Tidak berarti lari, sebab hal itu di larang.
Al-Hasan berkata: Demi Allah maksudnya “As-sa’yu” itu bukan segera dalam arti lari dengan kaki, tetapi dengan tekad dalam hati dan niat yang didasari rasa senang. Kaum muslimin dilarang menuju tempat shalat kecuali dalam keadaan tenang.[8]
Dari Abu Qatadah, Ia berkata, ketika kami shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba terdengar kegaduhan beberapa orang lelaki, ketika beliau selesai shalat, beliau menanyakan, “Ada apa kamu?” Mereka menjawab, “Kami bergegas untuk shalat”. Beliau mengatakan, “Janganlah kamu lakukan itu, Apabila kamu mendatangi shalat, maka berjalanlah kamu dengan tenang. Kerjakanlah shalat yang kamu dapati dan sempurnakanlah shalat yang kamu ketinggalan”.[9]
3.    Firman Allah “Dan tinggalkanlah jual beli itu”, yang dimaksud adalah segala macam muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Bentuk seperti ini disebut majas mursal.
Abu Hayyan berkata: Disebutnya “jual beli” dalam konteks ini adalah karena dalam hal inilah kebanyakan kesibukan yang dialami oleh para pedagang, terutama mereka yang datang dari desa-desa. Kebanyakan mereka itu tetap berada di pasar-pasar sampai siang hari, maka mereka diperintah oleh Allah supaya segera menuju perdagangan akhirat dan pada saat itu dilarang mengurus perdagangan dunia sampai selesai menunaikan ibadah shalat Jumat.[10]
4.    Ulama Salaf As-Ahalih mengikuti Nabi saw dalam semua perbuatan, gerak-gerik, bahkan diamnyapun, sampai hal-hal yang mereka tidak mengetahui apa rahasia amalan itu dikerjakan oleh Nabi SAW. Hal itu tidak lain karena begitu cintanya mereka kepada Nabi SAW. Ada satu riwayat mengatakan bahwa sebagian mereka apabila usai shalat Jumat, beliau biasa ke pasar kemudian berkeliling-keliling sejenak lalu kembali ke masjid kemudian shalat. Lalu ditanya kepadanya: “Mengapa anda berbuat seperti itu?” Ia menjawab: “Sungguh aku pernah melihat Rasulullah SAW berbuat begitu, sambil membaca firman Allah”. Dan apabila shalat telah usai ditunaikan, maka bertebaranlah untuk mengurus kepentingan duniawi.[11]
5.    Arak bin Malik apabila selesai shalat Jumat, ia beranjak dari tempatnya kemudian berhenti didepan pintu msjid lalu berdoa:
اللهم انى اجبت ,وصليت فر يضتك ,وا نتشرت كما امرتنى ,فارزقنى من فضلك وانت خيررازقين
Artinya: Ya Allah aku telah memenuhi panggilanMu, telah menunaikan kewajiban shalat dariMu, dan kini aku telah keluar sebagaimana Engkau adalah sebaik-baik Dzat pemberi rezeki”. (HR. Ibnu Mardawaih).[12]

6.    Firman Allah “Dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak” itu, merupakan suatu ungkapan yang lembut. Dalam ayat ini Allah menyuruh berupaya mencari rizki dan sibuk dalam perdagangan, tetapi hal ini bisa membawa manusia kepada kelengahan dan bahkan bisa membuat seseorang sangat mencintai harta sehingga tak segan-segan berbuat dusta, menipu dan sebagainya, maka Allah selanjutnya memerintahkan kepada muslim supaya banyak-banyak mengingat Allah agar ia sadar bahwa dunia dan segala kenikmatan ini tidak kekal dan bahwa alam akhiratlah yang kekal, maka hendaknya jangan mengurus perdagangan dunia yang bisa melalaikan kepentingan akhirat.[13]
7.    “Idza” pada asalnya untuk masa yang akan datang (Lil Istigbal), sedang “idza” dalam firman Allah “Apabila kamu diseru”, diturunkan sesudah peristiwa itu terjadi dan setelah mereka bubar meninggalkan Rasulullah saw. Maka idza dalam ayat ini bukan Lil Isigbal tetapi digunakan untuk masa yang lalu (madhi).[14]

G.   Keutamaan Hari Jum’at
Hari jum’ah adalah hari yang paling mulia secara mutlaq, Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab sahihnya, bahwa Nabi SAW bersabda:
خيرمن يوم طلعث عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق ادم وفيه ادخل الجنّة وفيه اخرج منها ولا ثقوم الساعة فى يوم الجمعة


Artinya:
Sebaik-baiknya hari adalah hari Jum’at, pada hari Jum’at itu Adam diciptakan, pada hari Jum’at ia dimasukkan kedalam syurga, pada hari Jum’at (pula) ia dikeluarkan dari syurga, dan hari kiamat tidak akan terjadi melainkan pada hari Jumat. (HR. Muslim)

Imam malik meriwayatkan dalam Al-Muwatha’ dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda, yang artinya, ”Sebaik-baiknya hari adalah hari Jum’at, pada hari itu adam diciptakan, pada hari itu ia diturunkan dari syurga, pada hari itu pula ia di terima tobatnya, pada hari itu pula ia wafat, pada hari itu kiamat akan terjadi dan tidak ada seekor binatang pun melainkan bersuara pada hari Jum’at sejak subuh hingga terbit matahari karena akan merasa takut akan hari kiamat, kecuali manusia dan jin. Dan pada hari Jum’at ada satu saat yang tidak bertepatan seorang muslim dengan saat itu dimana ia sedang mengerjakan sholat sambil memohon sesuatu kepada Allah, melainkan mesti dikabulkanya”.

H.  Kandungan Hukum
1 . Adzan manakah yang wajib di penuhi?
Firman Allah “Apabila kamu diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at segeralah ingat kepada Allah dan tinggalkanlah jual beli” dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat tentang adzan mana yang wajib dipenuhi.Dalam hal ini ada dua pendapat.
a.       Sebagian mereka berkata; Yang dimaksud itu adzan yang pertama yang dilaksanakan diatas menara.
b.      Yang lain berkata; Yang dimaksud yaitu adzan yang kedua yang dilaksanakan didepan khatib ketika ia naik mimbar.
Golongan pertama, beralasan:
1)      Bahwa yang dimaksud adzan itu adalah memberitahu, sedang memenuhi pemberitahuan itu tentu setelah pemberitahuan itu berlangsung yaitu sesudah adzan yang pertama (diatas menara).
2)      Hadist yang diriwayatkan Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Sa’ib bin Yazid r.a. bahwa ia berkata:
كا ن الندا اء يو م الجمعة ا وله إذا خلس الاما م على ا لمنير على عهدا لنبىّ ص مر. وأبوبكروعمررض فلما كا نزمن عثما ن رض وكثرالنا س زا دالنداءالثا لث على ا لزوزا ءفثبت الأ مر على ذلك

Artinya: “Mulai adzan Jum’ah di zaman Nabi, Abu Bakar dan Umar yaitu ketika Imam duduk diatas mimbar, kemudian dizaman Utsman karena manusia bertambah banyak jumlahnya maka ia tambah adzan ketiga diatas zaura’, maka urusan adzan itu berlaku seperti itu”.

Mereka berkata, menuju masjid ketika adzan kedua dikumandangkan yakni tatkala khatib sudah naik mimbar menjadikan orang-orang tidak dapat mendengarkan (sebagian) isi khotbah, yang pada dasarnya Allah meringankan shalat Jumat (hanya dua rakaat) itu adalah untuk tujuan tersebut. Sedang dizaman Nabi SAW, masyarakat belum memerlukan adzan karena dekatnya rumah mereka dari masjid dan karena semangat (antusias) mereka untuk memperoleh petunjuk-petunjuk hukum dari Rasulullah SAW.
Pendapat inilah yang secara lahiriyah dipegangi dikalangan Ulama Hanafiyah. Dan meninggalkan jual beli karena Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat….dst”; pendapat ini dipandang sah menurut madzhab Hanafi.

Golongan kedua, beralasan:
a.       Wajib segera menuju masjid dan meninggalkan jual beli itu ketika adzan kedua di waktu khatib naik mimbar, karena adzan itulah yang dikumandangkan pada zaman Nabi SAW, sedang Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang paling berkeinginan agar kaum muslimin menunaikan kewajiban mereka tepat waktu.
b.      Mereka berkata lagi: Bahwa orang yang hendak shalat (berjamaah) disunatkan datang lebih awal karena hal itu mempunyai faedah yang banyak sebagaimana dianjurkan oleh hadist-hadist Nabi.

2.  Sahkah jual beli yang dilakukan saat Adzan?
Firman Allah “Dan tinggalkanlah jual beli” itu menunjukkan haramnya jual beli dan muamalah yang dilakukan pada waktu adzan, tetapi Ulama berbeda pendapat, apakah jual beli tersebut sah atau fasid?
Sebagian mereka berpendapat fasid karena ada larangan (dan tinggalkanlah jual beli), sedang sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa perbuatan itu haram tapi akadnya tetap sah, dipersamakan dengan shalat ditempat iorang lain tanpa izin (ghashab), maka shalatnya sah tapi makruh.
Al-Qurtubi berkata: Saat diharamkannya jual beli itu ada dua pendapat
a.       Sesudah tergelincirnya matahari sampai selesainya shalat. (Dhahhak,Al Hassan Al ato’)
b.      Sejak adzan, yaitu ketika imam telah berada diatas mimbar sampai masuk waktu shalat (Asy-syafi’i)
Sedangkan menurut Imam Malik wajibnya ditinggalkan jual beli itu sejak adzan berkumandang, dan apabila pada saat itu masih jual beli, maka jual belinya fasid.
Ibnu Arabi berkata bahwa yang benar semuanya adalah fasid karena jual beli itu dilarang adalah terletak pada segi penggunaan waktunya maka apa saja yang dilakukan pada saat itu hukumya haram secara syar’i dan dinilai fasid.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa jual beli pada waktu itu boleh, sedang larangan itu ditakwil sebagai sunnah berdasarkan firman Allah “itu lebih baik bagimu” demikian menurut syafi’i.

3. Apakah khutbah syarat sahnya sholat jum’at?
Firman Allah “maka bersegeralah mengingat Allah” ini menunjukkan bahwa khutbah adalah syarat sahnya shalat jumat karena mengingat Allah itu bisa berupa mendengarkan khutbah saja atau mendengarkan khutbah plus sholat (jumat), maka dengan demikian mau tidak mau khutbah adalah syarat syahnya sholat jumat. Lagi pula sholat jumat itu diringankan karena adanya khutbah, dan karena itu pula maka khutbah jumat itu wajib hukumnya. Demikian menurut madzhab  Jumhur fuqoha.
Menurut Fuqoha Syafi’iyah dan Hanabilah khutbah harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut:
a.  Hamdalah
b.  Do’a shalawat atas Nabi
c.  Membaca ayat suci al-quran
d.  Pesan untuk bertakwa kepada kaum muslimin
e.  Syafi’iyah menambahkan do’a untuk kaum muslimin dan muslimat

4. Jumlah peserta  shalat jum’at
Mengenai jumlah peserta shalat jumat tidak ada perbedaan dikalangan fuqoha’ bahwa diantara syarat sahnya ssholat jumat adalah berjamaah, karena nabi bersabda yang Artinya” jum’at itu wajib atas setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat golongan: hamba, perempuan, anak-anak atau orang yang sedang sakit”. (HR. Abu Daud/Imam Nawawi berkata: Rawi-rawinya rawi-rawi Bukhari Muslim).
Dipandang dari segi penamaannya (jum’ah/jama’ah) maka, bagi orang yang shalat sendirian tidak dapat dikatakan shalat jum’at, jadi shalat jum’at harus mutlaq berjama’ah. Hanya saja fuqoha’ berbeda pendapat mengenai jumlah pesertanya. Dalam hal ini ada lima belas pendapat sebagaimana yang telah dibawakan al-Hafiz ibnu Hajar al-Asqolani dan dalam Al-Qur’an sendiri tidak menentukan jumlah tertentu, demikian juga sunnah Nabi Muhammad SAW dalam Haditsnya tidak ada. Adapun kelompok pandangan dari golongan  fuqoha  adalah sebagai berikut:
-          Golongan Hanafiyah: Cukup dengan empat orang termasuk imam, ada yang mengatakan cukup tiga orang.
-          Syafiiyah dan Hanabilah: Minimal empat puluh orang. Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, dan Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah r.a. dikatakan  “Tatkala Nabi saw berkhutbah pada hari Jumat, tiba-tiba datang kafilah ke Madinah, kemudian bergegaslah sahabat-sahabat Rasulullah hingga tidak ada yang tertinggal melainkan duabelas orang…..” berarti tadinya tidak hanya 12 orang saja yang berada dalam masjid melainkan lebih. Sehingga mereka menyimpulkan 40 orang.

Hadist lain dari Jabir bin Abdillah mengatakan:
ﻤﻀﺖﺍﻠﺴﻨﺔﺃﻦﻔﻰﻜﻞﺜﻼﺛﺔﺇﻤﺎﻤﺎﻮﻔﻰﻜﻞﺃﺮﺑﻌﻴﻦ ﻔﻤﺎﻔﻮﻖﺬﻠﻚﺠﻤﻌﺔﻮﺃﺿﺤﻰﻮﻔﻄﺮﺍﻮﺬﻠﻚﺃﻨﻬﻡﺠﻤﺎﻋﺔ


Artinya
“Telah berlaku sunnah bahwa tiap-tiap tiga orang, seorang menjadi Imam; tiap-tiap sudah sampai empat puluh orang lalu ke atasnya berdiri Jum’at dan Hari Raya Adha dan Fitri”. ( Riwayat ad-Daruquthni).[15]

-          Malikiyah: Tidak disyaratkan jumlah tertentu tetapi hanya disyaratkan berjama’ah yang berdomisili di sebuah desa dan disitu ada perdagangan.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari Makalah kami yang sederhana tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut
1.      Bahwasanya Shalat jum’at wajib atas muslim laki-laki yang mukallaf dengan syarat-syarat tertentu
2.      Bahwasanya Wajib segera menuju masjid apabila adzan telah dikumandangkan untuk mendenagrkan khutbah dan menuaikan shalat jum’at
3.      Haram jual beli dan semua bentuk muamalah ketika adzan sudah dikumandangkan
4.      Tidak ada larangan mengurusi dagangan setelah itu  atau sesudahnya, bahkan dianjurkan
5.      Rezeki itu ditangan Allah, namun untuk memperolehnya jangan sampai meninggalkan perintah Allah SWT
6.      Kesibukan seorang mukmin dalam urusan keduniaan tidak boleh sampai melupakan urusan Akhirat.








DAFTAR PUSTAKA



Muhammad Ali As-Shabuni, Penerjemah: Mu’ammal Hamidy, dkk, “Terjemah Tafsir Ayat Ahkam “jilid 3, Surabaya: PT Bina Ilm, 2003

Hamka, “Tafsir Al-Azhar” Jakarta: PT. PUSTAKA PANJIMAS, 2004, jilid: 28,

Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar,dkk, Terjemah Tafsir al-Maraghi, Semarang: PT. Karya Toha Putra,1974,  

Imam Jalaluddin al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Jalaluddin berikut Asbabul Nuzul, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004, jilid: 2,








[1] Imam Jalaluddin al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Jalaluddin berikut Asbabul Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), jilid: 2, hal.1090
[2] Muhammad Ali As-Shabuni, Penerjemah: Mu’ammal Hamidy, dkk, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam ash- Shabuni 3, (Surabaya: PT Bina Ilm, 2003), hal.219-220
[3] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar,dkk, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,1974),  juz:28, hal.164
[4] Ibid, hal.159
[5] Ibid, hal.164
[6] Ibid, hal.149
[7] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Op.Cit., hal.220-221
[8] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Op.Cit, hal.221
[9] Ahmad Mustofa Al-Maraghi,Op.Cit, hal.165
[10] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Op.Cit, hal.221
[11] Ibid, hal.222
[12] Ibid, hal.222
[13] Ibid, hal.222-223
[14] Ibid, hal.223
[15] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: PT. PUSTAKA PANJIMAS, 2004), jilid: 28, hal.185

No comments:

Post a Comment