KRITERIA CALON
ISTRI/SUAMI IDEAL
I.
PENDAHULUAN
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk
sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Tentu
saja manusia diciptakan oleh Allah SWT. Allah SWT telah menceritakan proses
penciptaan manusia di dalam Al-Qur'an secara terperinci. Manusia
pertama yang diciptakan oleh Allah SWT adalah Adam. Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam
diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah
dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan
ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Pada
dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam
keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak
menciptakan lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri).
Hal ini dijelaskan oleh
Allah dalam salah satu firman-Nya :
“Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS.
Yaasiin (36) : 36)
Di dalam salah satu Hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :“Maka sesungguhnya perempuan
itu diciptakan dari tulang rusuk Adam” (HR. Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian manusia
kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan
melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang
telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan
itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya. Oleh karena itu, pernikahan sangat
dianjurkan dan Islam juga mengajarkan
kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup
berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi
diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
II.
PEMBAHASAN
Kriteria Calon Istri/Suami
Ideal menurut Islam
1. Penyayang dan Produktif
وَعَنْهُ قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ , وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا ,
وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ
اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ
اِبْنُ حِبَّانَ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan
sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan
yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga
di hadapan para Nabi pada hari kiamat." Riwayat Ahmad. Hadits shahih
menurut Ibnu Hibban.
GHORIB
-
وَعَنْهُ,
periwayat hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, Anas (r.a).
-
بِالْبَاءَةِ,
berkahwin. Tidak ada kemungkinan makna lain dalam hadits seperti mana yang telah dijelaskan sebelum ini.
-
التَّبَتُّلِ,
memutuskan keinginan untuk menikah dengan perempuan dan tidak mau menikah, di mana tekadnya hanya
beribadah semata mata kepada Allah.
-
اَلْوَلُودَ, mampu melahirkan banyak anak. Seorang anak gadis tidak dapat diketahui apakah dia kelak bakal melahirkan banyak anak atau sebaliknya. Jadi cara untuk mengetahuinya adalah melihat kepada
keluarganya. Jika
ibunya memiliki banyak anak, maka insya Allah, dia adalah gadis yang subur dan mampu melahirkan banyak. Banyak hadits yang menyuruh untuk menikah dengan anak gadis. Di sisi lain, hadith ini menggalakkan untuk menikahi janda yang banyak anak untuk menjamin anak-anaknya tidak terabaikan baik kesehatan maupun pendidikannya.
-
اَلْوَدُودَ, perempuan yang dicintai oleh suaminya kerana memiliki sifat dan akhlak yang terpuji di dalam dirinya.
-
مُكَاثِرٌ, bangga kerana jumlahmu banyak dan banyak pengikut, kerena orang yang mempunyai banyak pengikut akan mempunyai banyak pahala, kerana Rasulullah (s.a.w) akan memperoleh ganjaran pahala sebanyak jumlah pengikutnya.
PENJELASAN
Hadits
di atas berisi anjuran untuk menikahi wanita yang subur dan penyayang. Subur
dimaksudkan agar dapat melahirkan anak yang banyak. Sedangkan penyayang
merupakan sifat mulia yang melekat pada diri wanita shalihah. Hadits tersebut
juga menunjukkan keutamaan memiliki anak shaleh yang banyak. Pada zaman dahulu,
masyarakat Arab merasa bangga jika memiliki banyak anak. Dalam Islam, kebiasaan
tersebut didukung dengan anjuran memiliki anak yang banyak dan shaleh
sebagaimana dalam hadits lain yang berbunyi, "Jika seseorang mati, maka
terputuslah amalnya kecuali tiga perkara", di antaranya adalah anak
shaleh.
2. Gadis/bujang
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma
ia berkata, “Ayahku wafat dan
meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak perempuan maka akupun menikahi
seorang wanita janda, Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam berkata kepadaku,
“Engkau telah menikah ya Jabir”, aku menjawab, “Iya”, ia berkata, “Gadis atau
janda?”, aku menjawab, “Janda”, ia berkata, “Kenapa engkau tidak menikahi
yang masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain
denganmu (saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu
tertawa?” “Dimana engkau dengan gadis perawan dan cumbuannya?”, aku katakan
kepadanya, “Sesungguhnya (ayahku) Abdullah wafat dan ia meninggalkan anak-anak
perempuan dan aku tidak suka aku membawa bagi mereka seorang wanita yang masih
gadis seperti mereka maka akupun menikahi wanita (janda) yang bisa mengurus
mereka dan membimbing mereka”. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata,
“Semoga Allah memberi barokah kepadamu” atau ia mengucapkan خَيْرًا “
Sesuai hadits ini gadis perawan lebih utama untuk dicari karena
wanita janda bisa jadi hatinya masih terikat dengan suami sebelumnya sehingga
cintanya kepada suami barunya tidak sepenuhnya (tidak sempurna), berbeda dengan
gadis yang masih perawan”
Pernikahan
dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena
dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah digoda dan
Bercanda serta bersenang-senang, lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit
beban mental dan psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan
kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.
3. Religius
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ
لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا ,
فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ
بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal,
yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.
GHORIB
-
لِأَرْبَعٍ, huruf
lam sebagai huruf ta’lil, yakni kerena empat faktor.
-
لِحَسَبِهَا,
kejayaan yang diperoleh seseorang kerana ayahnya orang hebat atau orang kaya.
al-hasab maksudnya harta sebagaimana dalam sabda Rasulullah (s.a.w):المال لحَسَبِ (Kejayaan itu adalah harta).
-
فَاظْفَرْ,
al-zhafr adalah memperoleh sesuatu setelah berusaha keras mencarinya.
Jadi hendaklah kamu memilihnya.
-
تَرِبَتْ,
membersihkan tanganmu dengan tanah dari kemiskinan, yakni keberuntungan.
Kalimat ini merupakan kalimat berita yang bermakna doa.
PENJELASAN
Setiap manusia mempunyai
cara dan tujuan tersendiri dalam memiliki pasangan, namun Rasulullah (s.a.w) membatasinya dalam empat faktor
berikut, Yaitu; harta, keturunan, kecantikan dan agama.
Beliau kemudian menganjurkan untuk menikahi wanita kerana agamanya. Ini kerana harta membuat manusia lupa
diri sebagaimana firman Allah (s.w.t):
Hxx. ¨bÎ) z`»|¡SM}$# #ÓxöôÜus9 ÇÏÈ br& çn#uä§ #Óo_øótGó$# ÇÐÈ
6. Ketahuilah! Sesungguhnya
manusia benar-benar melampaui batas,
7. karena Dia melihat dirinya serba cukup.(QS.
Al-Alaq:6-7)
Demikian pula keturunan
membuat seseorang tinggi hati dan takbur, sebagaimana firman Allah (s.w.t):
tA$s)sù _|yJø9$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB ¾ÏmÏBöqs% $tB 1ttR wÎ) #\t±o0 $oYn=÷VÏiB $tBur 1ttR yèt7¨?$# wÎ) úïÏ%©!$# öNèd $oYä9Ï#ur& yÏ$t/ Äù&§9$# $tBur 3ttR öNä3s9 $uZøn=tã `ÏB ¤@ôÒsù ö@t/ öNä3YÝàtR úüÎ/É»x. ÇËÐÈ
27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya:
"Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa)
seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan
orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak
melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin
bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".(QS. Al-Hud:27)
Demikian pula kecantikan,
di mana ia mendorong seseorang jatuh dalam kebinasaan sebagaimana dalam satu kisah bahwa ada seseorang yang berjalan dengan sombongnya karena kecantikan yang ada pada dirinya, lalu Allah menenggelamkannya ke dalam
bumi. Malah kecantikan mengakibatkan permusuhan di kalangan kaum lelaki
yang berebut ingin meminangnya. Keadaan ini
tentu mendatangkan persaingan tidak sehat.
ASPEK HUKUM
1. Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong lelaki
memilih pasangan, di mana pilihan itu
terbatas pada kekayaan, keturunan, kecantikan dan agama.
2. Anjuran untuk memilih wanita yang taat beragama.
3. Disunatkan Menikahi perempuan
yang memiliki keturunan baik dan taat beragama. Demikian pula setiap
pilihan hendaklah disertakan dengan adanya
faktor ketataan dalam beragama.
4. Suami dibolehkan menikmati dan memanfaatkan harta
isteri sebagaimana yang dikatakan oleh al-Muhlab.
4. Kafaah
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْعَرَبُ
بَعْضُهُمْ أَكْفَاءُ بَعْضٍ , وَالْمَوَالِي بَعْضُهُمْ أَكْفَاءُ بَعْضٍ ,
إِلَّا حَائِكٌ أَوْ حَجَّامٌ ) رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ , وَفِي إِسْنَادِهِ
رَاوٍ لَمْ يُسَمَّ , وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ
Dari Ibnu Umar Radliyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Bangsa Arab itu sama derajatnya satu sama
lain dan kaum mawali (bekas hamba yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu
sama lain, kecuali tukang tenung dan tukang bekam." Riwayat Hakim dan
dalam sanadnya ada kelemahan karena ada seorang perawi yang tidak diketahui
namanya. Hadits munkar menurut Abu Hatim.
GHORIB
-
أَكْفَاءُ, jamak
kufu’, sama darjat baik kemampuan atau kedudukan.
-
الْمَوَالِي, orang
yang menisbahkan dirinya kepada bangsa Arab, padahal dia bukan orang Arab.
-
وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو
حَاتِمٍ, hadith ini dinilai munkar oleh Abu Hatim di mana beliau dalam kitab al’Ilal berkata kepada anaknya:
“Hadith ini dusta dan sama sekali tidak ada asasnya.”Dalam kesempatan
lain, beliau berkata: “Hadith ini mawdhu’(palsu).”
Ibn Abdul Barr berkata:
“Hadith ini munkar dan mawdhu’. Meskipun memiliki banyak jalur, namun kesemuanya adalah
daif.”Al-Daruquthni dalam kitab al-‘Ilal
berkata: “Hadith ini tidak sahih, kerana Hisyam bin ‘Ubaid al-Rawi masih diperdebatkan kedudukannya sebagai periwayat
hadith ini. Setelah perkataan
“tukang bekam”di atas, dia turut menambahkan tukang samak.”
PENJELASAN
Allah berfirman :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
13. Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa suku dan bangsa tidak boleh
dijadikan tolok ukur dalam menentukan persamaan derajat.
ASPEK HUKUM
Kedudukan
orang Arab adalah sama, namun orang yang menisbahkan diri kepada mereka tidak
memiliki kedudukan yang sama dengan mereka. Ulama berbeza pendapat mengenai
persamaan kedudukan ini. Menurut Ibn ‘Umar dan Ibn Mas’ud dari kalangan
sahabat, Ibn Sirin, Ibn ‘Abdul ‘Aziz dari kalangan tabi’in, Imam Malik dan Imam
al-Syafi’i dalam satu riwayat dan sekumpulan ulama yang lain menyatakan bahawa
kesamarataan ini hendaklah berdasarkan agama sebagaimana yang disebutkan dalam
surah al-Hujurat ayat 13 di atas. Dalam perkembangan yang, al-Bukhari turut
menyokong pendapat ini dengan membuat satu bab berjudul: persamaan kedudukan
berdasarkan agama dan firman Allah (s.w.t): “Dan Dia lah Tuhan yang
menciptakan manusia dari air, lalu dijadikannya (mempunyai) titisan baka dan
pertalian keluarga (persemendaan); dan sememangnya tuhanmu berkuasa (menciptakan
apa jua yang dikehendakiNya).”(Surah al-Furqan: 54). Kemudian al-Bukhari
mengemukakan hadith yang menceritakan pernikahan Salim mawla Abu Hudzaifah
dengan Hindun binti al-Walid. Sementara jumhur ulama berpendapat bahawa
persamaan kedudukan hendaklah berdasarkan keturunan.
Menurut Abu Hanifah, suku Quraisy memiliki
kedudukan yang setara di antara sesama mereka dan orang Arab memiliki kedudukan
yang sama di antara sesama mereka. Orang Arab tidak setara dengan suku Quraisy,
sebagaimana orang bukan Arab tidak setara dengan orang Arab. Inilah pendapat
Imam al-Syafi’i dalam satu riwayat.
Bagaimanapun, Imam al-Syafi’i berpendapat bahawa
mengahwinkan orang yang tidak sedarjat tidaklah diharamkan hingga nikahnya boleh
dibatalkan, namun tindakan ini pada hakikatnya merendahkan kedudukan perempuan
yang lebih kedudukannya dan demikian pula walinya. Jadi, jika mereka sama-sama
redha untuk berkahwin maka pernikahan itu dinyatakan meskipun orang yang
memiliki kedudukan lebih tinggi berhak untuk membatalkan pernikahan.
Pendapat yang menyatakan kesetaraan hendaklah
berdasarkan keturunan berhujah dengan hadith dalam bab ini dan hadith Mu’adz, namun
Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari berkata: “Tidak ada hadith yang sahih yang
mengatakan kesetaraan mesti berdasarkan keturunan.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( يَا بَنِي بَيَاضَةَ
, أَنْكِحُوا أَبَا هِنْدٍ , وَانْكِحُوا إِلَيْهِ وَكَانَ حَجَّامًا )
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَالْحَاكِمُ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hai Banu Bayadlah, nikahilah Abu
Hind, kawinlah dengannya." Dan ia adalah tukang bekam. Riwayat Abu Dawud
dan Hakim dengan sanad yang baik.
GHORIB
-
أَنْكِحُوا, dengan
membaca fathah huruf hamzah dan kasrah huruf kaf yakni adalah kahwinkanlah.
-
أَبَا هِنْدٍ, namanya
adalah Yasar. Dialah orang yang pernah membekam Rasulullah (s.a.w) sebagaimana yang disebutkan
dalam beberapa riwayat.
-
وَانْكِحُوا إِلَيْهِ, dengan
membaca kasrah huruf kaf, iaitu adalah tunangkanlah, kerana kalimat ini apabila
digandingkan dengan huruf الي maka ia bermaksud
meminang.
Hadith ini menyempurnakan hadith sebelumnya, di
mana disebutkan bahawa keturunan tidak boleh dijadikan sebagai tolak ukur dalam
menentukan persamaan kedudukan.
Keturunan tidak boleh dijadikan sebagai tolak ukur
dalam menentukan persamaan kedudukan.
III.
KESIMPULAN
Allah
telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, dan untuk mengikat
hubungan di antara keduanya islam menganjurkan kepada manusia untuk menikah.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi
membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam.
Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat,
hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan
pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya.
Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu
atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin
rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi
anak istrinya. Maka dari itu sebaiknya dalam memilih jodoh kita lebih
mementingkan akhlak dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil
Ahkaam, Pekalongan:
Raja Mjurah
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah
al-Ahkam Syarah Bulugh Al- Maram, Beirut: Dar
al-Fikr.
Badru Salam, 2006, Terjemah Bulughul
Marom, Bogor: Pustaka Ulil Albab
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1995
No comments:
Post a Comment