Friday, January 20, 2017

TIPS MEMILIH CALON ISTRI/SUAMI IDEAL


KRITERIA CALON ISTRI/SUAMI IDEAL


I.         PENDAHULUAN
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.  Tentu saja manusia diciptakan oleh Allah SWT. Allah SWT telah menceritakan proses penciptaan manusia di dalam Al-Qur'an secara terperinci. Manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT adalah Adam. Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawan jenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri).
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah satu firman-Nya :
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yaasiin (36) : 36)
Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :“Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam” (HR. Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya. Oleh karena itu, pernikahan sangat dianjurkan dan Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.




II.      PEMBAHASAN
Kriteria Calon Istri/Suami Ideal menurut Islam
1.      Penyayang dan Produktif
وَعَنْهُ قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ , وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

GHORIB
-          وَعَنْهُ, periwayat hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, Anas (r.a).
-          بِالْبَاءَةِ, berkahwin. Tidak ada kemungkinan makna lain dalam hadits seperti mana yang telah dijelaskan sebelum ini.
-          التَّبَتُّلِ, memutuskan keinginan untuk menikah dengan perempuan dan tidak mau menikah, di mana tekadnya hanya beribadah semata mata kepada Allah.
-          اَلْوَلُودَ, mampu melahirkan banyak anak. Seorang anak gadis tidak dapat diketahui apakah dia kelak bakal melahirkan banyak anak atau sebaliknya. Jadi cara untuk mengetahuinya adalah melihat kepada keluarganya. Jika ibunya memiliki banyak anak, maka insya Allah, dia adalah gadis yang subur dan mampu melahirkan banyak. Banyak hadits yang menyuruh untuk menikah dengan anak gadis. Di sisi lain, hadith ini menggalakkan untuk menikahi janda yang banyak anak untuk menjamin anak-anaknya tidak terabaikan baik kesehatan maupun pendidikannya.
-          اَلْوَدُودَ, perempuan yang dicintai oleh suaminya kerana memiliki sifat dan akhlak yang terpuji di dalam dirinya.
-          مُكَاثِرٌ, bangga kerana jumlahmu banyak dan banyak pengikut, kerena orang yang mempunyai banyak pengikut akan mempunyai banyak pahala, kerana Rasulullah (s.a.w) akan memperoleh ganjaran pahala sebanyak jumlah pengikutnya.

PENJELASAN
Hadits di atas berisi anjuran untuk menikahi wanita yang subur dan penyayang. Subur dimaksudkan agar dapat melahirkan anak yang banyak. Sedangkan penyayang merupakan sifat mulia yang melekat pada diri wanita shalihah. Hadits tersebut juga menunjukkan keutamaan memiliki anak shaleh yang banyak. Pada zaman dahulu, masyarakat Arab merasa bangga jika memiliki banyak anak. Dalam Islam, kebiasaan tersebut didukung dengan anjuran memiliki anak yang banyak dan shaleh sebagaimana dalam hadits lain yang berbunyi, "Jika seseorang mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara", di antaranya adalah anak shaleh.

2.      Gadis/bujang

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال هَلَكَ أَبِي وَتَرَكَ سَبْعَ بَنَاتٍ أَوْ تِسْعَ بَنَاتٍ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً ثَيِّبًا فَقَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم تَزَوَّجْتَ يَا جَابِرُ فَقُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ بِكْرًا أَمْ ثَيِّبًا قُلْتُ بَلْ ثَيِّبًا قَالَ فَهَلاَّ جَارِيَةٌ تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ وَتُضَاحِكُهَا وَتُضَاحِكُكَ قَالَ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَتَرَك بَنَاتٍ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ فَقَالَ بَارَكَ اللهُّ لَكَ أَوْ قَالَ خَيْرًا
 Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Ayahku wafat  dan meninggalkan tujuh atau sembilan anak-anak perempuan maka akupun menikahi seorang wanita janda, Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Engkau telah menikah ya Jabir”, aku menjawab, “Iya”, ia berkata, “Gadis atau janda?”, aku menjawab, “Janda”, ia berkata, “Kenapa engkau tidak menikahi yang  masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa?” “Dimana engkau dengan gadis perawan dan cumbuannya?”, aku katakan kepadanya, “Sesungguhnya (ayahku) Abdullah wafat dan ia meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka aku membawa bagi mereka seorang wanita yang masih gadis seperti mereka maka akupun menikahi wanita (janda) yang bisa mengurus mereka dan membimbing mereka”. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Semoga Allah memberi barokah kepadamu” atau ia mengucapkan خَيْرًا
Sesuai hadits ini gadis perawan lebih utama untuk dicari karena wanita janda bisa jadi hatinya masih terikat dengan suami sebelumnya sehingga cintanya kepada suami barunya tidak sepenuhnya (tidak sempurna), berbeda dengan gadis yang masih perawan”
Pernikahan dengan yang masih gadis lebih utama daripada janda, karena dapat membuat hubungan lebih erat dan menyatu, mereka lebih mudah digoda dan Bercanda serta bersenang-senang, lebih setia dan menerima, serta lebih sedikit beban mental dan psikologisnya bagi kita. Semua ini mempunyai kesan dan kenikmatan tersendiri di dalam menambah keindahan rumah tangga.

3.      Religius
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.

GHORIB
-          لِأَرْبَعٍ, huruf lam sebagai huruf ta’lil, yakni kerena empat faktor.
-          لِحَسَبِهَا, kejayaan yang diperoleh seseorang kerana ayahnya orang hebat atau orang kaya. al-hasab maksudnya  harta sebagaimana dalam sabda Rasulullah (s.a.w):المال  لحَسَبِ (Kejayaan itu adalah harta).
-          فَاظْفَرْ, al-zhafr adalah memperoleh sesuatu setelah berusaha keras mencarinya. Jadi hendaklah kamu memilihnya.
-          تَرِبَتْ, membersihkan tanganmu dengan tanah dari kemiskinan, yakni keberuntungan. Kalimat ini merupakan kalimat berita yang bermakna doa.

PENJELASAN
Setiap manusia mempunyai cara dan tujuan tersendiri dalam memiliki pasangan, namun Rasulullah (s.a.w) membatasinya dalam empat faktor berikut, Yaitu; harta, keturunan, kecantikan dan agama.
Beliau kemudian menganjurkan untuk menikahi wanita kerana agamanya. Ini kerana harta membuat manusia lupa diri sebagaimana firman Allah (s.w.t):
Hxx. ¨bÎ) z`»|¡SM}$# #ÓxöôÜuŠs9 ÇÏÈ   br& çn#uä§ #Óo_øótGó$# ÇÐÈ  
6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
7. karena Dia melihat dirinya serba cukup.(QS. Al-Alaq:6-7)

Demikian pula keturunan membuat seseorang tinggi hati dan takbur, sebagaimana firman Allah (s.w.t):
tA$s)sù _|yJø9$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. `ÏB ¾ÏmÏBöqs% $tB š1ttR žwÎ) #\t±o0 $oYn=÷VÏiB $tBur š1ttR šyèt7¨?$# žwÎ) šúïÏ%©!$# öNèd $oYä9ÏŒ#ur& yÏŠ$t/ Äù&§9$# $tBur 3ttR öNä3s9 $uZøŠn=tã `ÏB ¤@ôÒsù ö@t/ öNä3YÝàtR šúüÎ/É»x. ÇËÐÈ  
27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".(QS. Al-Hud:27)

Demikian pula kecantikan, di mana ia mendorong seseorang jatuh dalam kebinasaan sebagaimana dalam satu kisah bahwa ada seseorang yang berjalan dengan sombongnya karena kecantikan yang ada pada dirinya, lalu Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Malah kecantikan mengakibatkan permusuhan di kalangan kaum lelaki yang berebut ingin meminangnya. Keadaan ini tentu mendatangkan persaingan tidak sehat.

ASPEK HUKUM
1.      Menjelaskan faktor-faktor yang mendorong lelaki memilih pasangan, di mana pilihan itu terbatas pada kekayaan, keturunan, kecantikan dan agama.
2.      Anjuran untuk memilih wanita yang taat beragama.
3.      Disunatkan Menikahi  perempuan yang memiliki keturunan baik dan taat beragama. Demikian pula setiap pilihan hendaklah disertakan dengan adanya faktor ketataan dalam beragama.
4.      Suami dibolehkan menikmati dan memanfaatkan harta isteri sebagaimana yang dikatakan oleh al-Muhlab.

4.      Kafaah

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْعَرَبُ بَعْضُهُمْ أَكْفَاءُ بَعْضٍ , وَالْمَوَالِي بَعْضُهُمْ أَكْفَاءُ بَعْضٍ , إِلَّا حَائِكٌ أَوْ حَجَّامٌ )  رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ , وَفِي إِسْنَادِهِ رَاوٍ لَمْ يُسَمَّ , وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ
Dari Ibnu Umar Radliyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bangsa Arab itu sama derajatnya satu sama lain dan kaum mawali (bekas hamba yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu sama lain, kecuali tukang tenung dan tukang bekam." Riwayat Hakim dan dalam sanadnya ada kelemahan karena ada seorang perawi yang tidak diketahui namanya. Hadits munkar menurut Abu Hatim.


GHORIB
-          أَكْفَاءُ, jamak kufu’, sama darjat baik kemampuan atau kedudukan.
-          الْمَوَالِي, orang yang menisbahkan dirinya kepada bangsa Arab, padahal dia bukan orang Arab.
-          وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ, hadith ini dinilai munkar oleh Abu Hatim di mana beliau dalam kitab al’Ilal berkata kepada anaknya: “Hadith ini dusta dan sama sekali tidak ada asasnya.”Dalam kesempatan lain, beliau berkata: “Hadith ini mawdhu’(palsu).”
Ibn Abdul Barr berkata: “Hadith ini munkar dan mawdhu’. Meskipun memiliki banyak jalur, namun kesemuanya adalah daif.”Al-Daruquthni dalam kitab al-‘Ilal berkata: “Hadith ini tidak sahih, kerana Hisyam bin ‘Ubaid al-Rawi masih diperdebatkan kedudukannya sebagai periwayat hadith ini. Setelah perkataan “tukang bekam”di atas, dia turut menambahkan tukang samak.”

PENJELASAN
Allah berfirman :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa suku dan bangsa tidak boleh dijadikan tolok ukur dalam menentukan persamaan derajat.

ASPEK HUKUM
Kedudukan orang Arab adalah sama, namun orang yang menisbahkan diri kepada mereka tidak memiliki kedudukan yang sama dengan mereka. Ulama berbeza pendapat mengenai persamaan kedudukan ini. Menurut Ibn ‘Umar dan Ibn Mas’ud dari kalangan sahabat, Ibn Sirin, Ibn ‘Abdul ‘Aziz dari kalangan tabi’in, Imam Malik dan Imam al-Syafi’i dalam satu riwayat dan sekumpulan ulama yang lain menyatakan bahawa kesamarataan ini hendaklah berdasarkan agama sebagaimana yang disebutkan dalam surah al-Hujurat ayat 13 di atas. Dalam perkembangan yang, al-Bukhari turut menyokong pendapat ini dengan membuat satu bab berjudul: persamaan kedudukan berdasarkan agama dan firman Allah (s.w.t): “Dan Dia lah Tuhan yang menciptakan manusia dari air, lalu dijadikannya (mempunyai) titisan baka dan pertalian keluarga (persemendaan); dan sememangnya tuhanmu berkuasa (menciptakan apa jua yang dikehendakiNya).”(Surah al-Furqan: 54). Kemudian al-Bukhari mengemukakan hadith yang menceritakan pernikahan Salim mawla Abu Hudzaifah dengan Hindun binti al-Walid. Sementara jumhur ulama berpendapat bahawa persamaan kedudukan hendaklah berdasarkan keturunan.
Menurut Abu Hanifah, suku Quraisy memiliki kedudukan yang setara di antara sesama mereka dan orang Arab memiliki kedudukan yang sama di antara sesama mereka. Orang Arab tidak setara dengan suku Quraisy, sebagaimana orang bukan Arab tidak setara dengan orang Arab. Inilah pendapat Imam al-Syafi’i dalam satu riwayat.
Bagaimanapun, Imam al-Syafi’i berpendapat bahawa mengahwinkan orang yang tidak sedarjat tidaklah diharamkan hingga nikahnya boleh dibatalkan, namun tindakan ini pada hakikatnya merendahkan kedudukan perempuan yang lebih kedudukannya dan demikian pula walinya. Jadi, jika mereka sama-sama redha untuk berkahwin maka pernikahan itu dinyatakan meskipun orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi berhak untuk membatalkan pernikahan.
Pendapat yang menyatakan kesetaraan hendaklah berdasarkan keturunan berhujah dengan hadith dalam bab ini dan hadith Mu’adz, namun Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bari berkata: “Tidak ada hadith yang sahih yang mengatakan kesetaraan mesti berdasarkan keturunan.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( يَا بَنِي بَيَاضَةَ , أَنْكِحُوا أَبَا هِنْدٍ , وَانْكِحُوا إِلَيْهِ وَكَانَ حَجَّامًا )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَالْحَاكِمُ بِسَنَدٍ جَيِّدٍ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hai Banu Bayadlah, nikahilah Abu Hind, kawinlah dengannya." Dan ia adalah tukang bekam. Riwayat Abu Dawud dan Hakim dengan sanad yang baik.

GHORIB
-          أَنْكِحُوا, dengan membaca fathah huruf hamzah dan kasrah huruf kaf yakni adalah kahwinkanlah.
-          أَبَا هِنْدٍ, namanya adalah Yasar. Dialah orang yang pernah membekam Rasulullah (s.a.w) sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa riwayat.
-          وَانْكِحُوا إِلَيْهِ, dengan membaca kasrah huruf kaf, iaitu adalah tunangkanlah, kerana kalimat ini apabila digandingkan dengan huruf الي maka ia bermaksud meminang.
Hadith ini menyempurnakan hadith sebelumnya, di mana disebutkan bahawa keturunan tidak boleh dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan persamaan kedudukan.
Keturunan tidak boleh dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan persamaan kedudukan.


III.   KESIMPULAN
Allah telah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, dan untuk mengikat hubungan di antara keduanya islam menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu sebaiknya dalam memilih jodoh kita lebih mementingkan akhlak dan agama.




DAFTAR PUSTAKA


Al-Asqalany, Al-Hafidz Ibn Hajar, tt. Buluughul Maroom min Adillatil Ahkaam, Pekalongan: Raja Mjurah
Allusy, Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘, 2004, Ibanah al-Ahkam Syarah Bulugh Al- Maram, Beirut: Dar al-Fikr.
Badru Salam, 2006, Terjemah Bulughul Marom, Bogor: Pustaka Ulil Albab

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Semarang: PT Karya Thoha Putra, 1995 

No comments:

Post a Comment